ENERGI HASBALAH DI ZONA HAWQALAH (Bag. 2)

ENERGI HASBALAH DI ZONA HAWQALAH (Bag. 2)

OPINI

By. Budiman S.H., M.H.I (Wakil Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam IAIN Parepare)

Kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam menunjukkan bahwa beliau memiliki kecerdasan akal yang tinggi. Tetapi dia tidak hanya mengandalkan kecerdasan akal saja dalam mencari dan memperjuangkan ajaran tauhid. Di samping akal, beliau memiliki kecerdasan hati yang suci, tanpa noda dan kekeruhan di dalamnya.

اذ جاء ربه بقلب سليم

Kita mesti berupaya untuk mengasah kecerdasan akal dan hati secara integral dan seimbang. Untuk mendekatkan diri kepada Allah, tidak bisa hanya semata-mata menggunakan akal, apalagi IQ. Akal memang mesti didayagunakan, sebab agama hanyalah untuk orang yang berakal. Tetapi akal yang dimaksud adalah akal yang tidak bertentangan dengan hati nurani.

Sebab acapkali kita jumpai orang yang mengedepankan rasionalitasnya dan mengabaikan bahkan membohongi hati nuraninya. Mereka mengakal-akali suatu kesalahan agar diterima sebagai suatu kebenaran dengan maksud dan tujuan tertentu untuk kepentingan diri dan kelompoknya.

Ibadah haji sarat dengan simbol. Seseorang baru bisa mengecap manisnya haji mabrur, jika ia mampu menerapkan dalam kehidupan bermasyarakat makna simbol dalam ibadah haji itu. Wuquf di Arafah, misalnya, yang menjadi inti dan puncak syariat haji adalah simbol pengenalan terhadap jati diri manusia yang kerap terabaikan. Arafah yang berakar dari kata عرف (kenal) salah satu maknanya adalah “padang pengenalan”.

Wuquf di Arafah adalah momentum mengenali jati diri sebagai manusia. Jati diri manusia bukan dilihat dari wujud lahiriahnya. Karena itu di Arafah seluruh simbol pembungkus lahiriah ditanggalkan dan diganti dalam bentuknya yang paling sederhana, pakaian ihram. Kain putih tak berjahit, yang bermakna tanpa status, tanpa atribut, simbol pakaian terakhir yang dikenakan ketika manusia meninggal dunia.

Kunjungan ziarah ruhani manusia ke tanah suci seolah simulasi kematian dan gladi bersih manusia memasuki alam akhirat. Orang yang berziarah ke dua tanah suci hakikatnya sedang berziarah ke alam akhirat. Yang menempel di dirinya hanya dua helai kain putih sebagai simbol kematian, kain kafan.

Tidak boleh memakai wangi-wangian, tidak boleh menggunting kuku, tidak boleh ini dan itu, karena hakikatnya ia sedang mati, dan sebagaimana layaknya orang mati, tidak dapat bergerak, tidak dapat memotong kuku dan lainnya. Pendeknya, ibadah haji dan juga kurban merupakan ajakan kepada seluruh manusia untuk “mati sebelum mati” atau “mati dalam hidup”.

Leave a Reply

Your email address will not be published.