OPINI ; Ijtihad dan Jihad di Masa Pandemi

OPINI ; Ijtihad dan Jihad di Masa Pandemi

[page 2]

Ijtihad sebagai sarana berpikir merupakan upaya untuk menyelaraskan makna kitab suci dan sunnah Nabi dengan konteks mewabahnya virus baik dalam perspektif agama, ekonomi, sosial maupun politik.

Sebab obektivitas Islam secara lahiriah diyakini mampu menjawab problem dis etiap zaman khususnya problem sosial ekonomi, termasuk pada bulan ramadan mendatang. Sehingga dinilai menjadi pondasi awal dalam merumuskan jawaban yang relevan dengan konteks atau zaman. Proses rasionalisasi ini biasa dengan melalui berbagai seperti metode Qiyas, istihsan, maslahah murshalah dalam ilmu Fiqh. Dalam ilmu logika dikenal dengan berbagai metode penalaran deduktif, induktif dan rasional ilmiah lainnya.

Perwujudan ijtihad di tengah pandemi menjadi pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Relevansi dari ijtihad ini akankah menjadi peluang atau malah akan berujung pada terisolasinya aspek di berbagai kalangan. Berbagai lembaga-lembaga yang menjadi rujukan ijtihad seperti NU, Muhammadiyah, MUI sejauh ini sangat berperan dalam mengkontekstasikan kebutuhan masyarakat agar jawaban yang dihasilkan sesuai kebutuhan dan kondisi.

Semisalnya ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Manan Ghani menyampaikan bahwa PBNU telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3953/C.I.034/04/2020 pada 3 April 2020 tentang protokol NU Peduli Covid-19 dan Surat Instruksi Nomor 3952/C.I.34/03/2020. Surat edaran yang dikeluarkan sekaligus menjadi tindak lanjut dari Surat Edaran Nomor 6 Tahun 2020 oleh Menteri Agama (republika).

Elaborasi ijtihad di tengah pandemi dalam merealisasikan jihad yang kondisional dengan zaman.  Untuk memahaminya kita lihat M. Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran (1996) yang menyatakan bahwa kata jihad berarti letih/sukar. Quraish Shihab menegaskan bahwa jihad yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan tidak dibenarkan. Dalam artian senantiasa menjauhkan diri dari tindakan kriminal, kekerasan, hoaks, agitasi kebencian dan berbagai pelanggaran yang tidak sesuai dengan aturan pemerintah dan agama. Pandangan hematnya adalah konstruksi jihad di tengah pandemi tidak lepas dari kemaslahatan masyarakat dan mengedepankan norma agama dan undang-undang. Perilaku beragama dan bernegara adalah perwujudan dalam merumuskan jihad pandemi.

Secara sederhana dan pasti bisa katakan bahwa cukuplah dengan mengikuti aturan maupun anjuran pemerintah merupakan implementasi dari jihad. Dengan menjaga kesehatan diri tentu secara refleksi kesadaran menjaga kesehatan orang lain. Artinya, dengan mengikuti anjuran pemerintah maka kita berpartisipasi memutuskan peredaran virus corona ini ke 260-an juta jiwa tanah air Indonesia dan milyaran penduduk muka bumi. Olehnya itu, urgensi jihad perlu diedukasikan demi menjauhkan masyarakat dari tindakan-tindakan yang tidak dinginkan baik atas nama kepentingan kelompok, ekonomi bahkan agama.

Fase pandemi di saat seperti inilah segala bentuk pencerahan sangat dibutuhkan untuk ummat atau golongan. Tanpa adanya solusi dan ijtihad dipastikan akan muncul beragam pertanyan-pertanyaan serius di kalangan masyarakat. Maka disinilah peran para stakeholder dan lembaga ijtihad dalam menjawab keresahan dan perbedaan-perbedaan pendapat yang akan terjadi. Di sisi lain kumandang jihad ikhtiar diupayakan dengan visi penanggulangan dan pencegahan. 

Untuk itulah peran dan fungsi masyarakat sangat diperlukan dalam menetralisir iklim masyarakat seperti ini. Organisasi sosial pun sepatutnya mengambil peran dalam menjaga stabilitas kebutuhan masyatakat. Turut andil dalam mengedukasi, menyebarkan informasi positif, membuat gerakan kesehatan dan kebersihan. Sebab ikhtiar semacam itulah termasuk kategori jihad kecil melawan corona bila dimaknai sebagai pencegahan. Maka dari itu marilah bersama-sama secara kolaboratif agar tanah air kita cepat pulih dari wabah global Covid-19.

Doakan Indonesia!

Pages: 1 2

Berawal dari Belajar, Berakhir dengan Amal (@hayanaaa)

Leave a Reply

Your email address will not be published.