
Lontara Paseng: Spirit Etika Berkomunikasi
Filosofi cappa lila juga ditemukan dalam Al Quran. Allah swt berfirman dalam Surah Ar Rum: 22
ومن اياته خلق السموات والارض واختلاف السنتكم والوانكم
Artinya
Diantara tanda kekuasaan Allah adalah menciptakan langit dan bumi dan menjadikan perbedaan lisan (bahasa) diantara kalian dan perbedaan warna (anatomi) kalian.
Perbedaan lidah pada teks ayat di atas secara konteks dimaknai ragam bahasa karena lidah adalah alat pengecap bahasa. Ibnu Katsir memaknai teks tersebut sebagai:
واختلاف منطق ألسنتكم ولغاتها وألْوَانِكُمْ يقول: واختلاف ألوان أجسامكم
Atinya
Perbedaan percakapan melalui lidah kalian dan bahasanya. Sementara perbedaan warna berkonotasi pada perbedaan anatomi.
Melalui pesan teks ayat ini memupuk aqidah terhadap kekuasaan Allah swt melalui tanda akan ragam tersebut. Informasi lain yang diajarkan tentang teknik komunikasi dapat dilacak melalui beberapa ayat maka ditemukan bentuk-bentuk komunikasi antara lain:
قولا سديدا (perkataan benar)
قولا كريما (perkataan mulia)
قولا معروفا (perkataan benar menurut tradisi)
وقولوا للناس حسنا (perkataan baik)
قولا لينا (perkataan lembut)
Kolaborasi kajian integrasi Islam dan Budaya dalam pemeliharaan terhadap cappa lila, dilihat dalam konteks sosial sekarang ini, perlahan mengalami tantangan berat akibat dari perkembangan teknologi informasi, sehingga tampak bahwa perubahan nilai-nilai tradisi bugis perlahan terkikis, terutama dari aspek etika komunikasi.
Kalimat sederhana dari orang tua suku bugis, mengajarkan tentang tatanan etika berkomunikasi tersirat dalam pertanyaan: Magi na ipasicawekengi inge’e sibawa timunge, magi na genne dua seggo inge, namagito na genne dua daun culinge (kenapa hidung berdekatan dengan mulut, kenapa hidung memiliki dua lubang dan kenapa pula telinga memiliki dua lubang?
Menurut orang bugis, mulut berdekatan dengan hidung agar segala yang masuk dan keluar dari mulut bisa dirasakan baik atau buruknya, termasuk kata-kata yang keluar, sementara dua lubang hidung bermakna kalau kata yang akan dikeluarkan sebelumnya dirasakan dan dievaluasi dua kali. Demikian halnya dua lubang telinga bermakna bahwa sebelum didengar oleh orang lain maka dengarlah olehmu dua kali.
Senada dengan hal di atas juga terdapat lontara paseng na iya ada tabbulu massue taniana iko punna, tau maringkalingae na tu mappunna (kata-katamu yang keluar dari mulutmu bukan kamu pemiliknya, dan yang memiliki adalah pendengarnya). Dengan demikian di era komunikasi bebas dengan bantuan teknologi perlu kehati-hatian karena fenomena global ditandai dengan meminimalkan jarak dan mendekatkan ruang. Peluang komunikasi jarak dekat menyentuh hampir seluruh lapisan masyarakat, sehingga butuh kehati-hatian dalam memanage kalimat yang akan dikeluarkan.
Bugis berpesan parakai cappa lilamu. (*)