
Opini: Perspektif Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Hubungannya dengan Agama
[page 3]
Perspektif Nilai-nilai Budaya Lokal dalam hubungannya dengan Agama
Berdasarkan nilai-nilai teologis, maka produk budaya lokal masyarakat muslim, utamanya di Kota Parepare dan sekitarnya memiliki relevansi yang sistemik dan mengakar dalam nilai-nilai agama, yang sudah barang tentu selama dianggap tidak bertentangan. Dalam hal ini terdapat delapan aspek nilai, yakni nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai kehidupan, nilai spiritual, nilai ritual, nilai moral, nilai sosial, dan nilai intelektual. (sebagaimana dalam hasil peneitian dalam disertasi saya), sebagai berikut:
- Nilai ketuhanan. Kesepadanan antara konsep budaya lokal dengan teologi keagamaan bagi masyarakat merupakan impelementasi nlai-nilai ketuhanan yang termanifestasi ke dalam pola penghambaan atau pemujaan secara tulus disertai rasa cinta kepada yang satu/tunggal. Memandang realitas alam sebagai produk yang bersumber dari Allah yang dijadikan sandaran dalam memantapkan keyakinan atau keimanan mereka. Dengan demikian, wujud ilahiyyah, baik dari sudut pandang uluhiyyah maupun rububiyyah memberikan konstruksi terhadap sikap dan perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas ritual keagamaan.
- Nilai kemanusiaan. Implementasi nilai-nilai kemanusiaan terhadap budaya lokal masyarakat muslim yang memiliki relevansi dengan ritual keagamaan mengindikasikan adanya hubungan yang harmonis dalam memanfaatkan segala bentuk produk-produk budaya lokal mereka, memberikan kesadaran akan pentingnya nilai-nila tasamuh (toleransi) dalam hidup secara individu maupun dalam bermasyarakat. Secara teologis, manusia tersusun dari dua unsur, yaitu materi (jasad) dan immateri (ruh). Unsur materi memiliki hubungan yang jauh dari Allah, sedangkan unsur immateri memiliki hubungan yang dekat dengan Allah.
- Nilai kehidupan. Naluri beragama dimiliki oleh setiap manusia, namun sebagian di antaranya tidak mampu melaksanakan naluri tersebut dengan baik sehingga hidupnya sengsara, namun hidup sengsara dalam pandangan teologis adalah bersifat relatif dalam memandang kehidupan dunia penuh hikmah yang mendalam untuk dijalani. Nilai kehidupan bagi manusia, ada yang bersifat duniawi dan ukhrawi. Kehidupan duniawi diakui sebagai tempat menitih jalan ke akhirat. Dua macam kehidupan menjadi patron nilai-nilai masyarakat berdasarkan peradaban mereka dan pemahamannya terhadap ajaran agama.
- Nilai spiritual. Segala macam perbuatan harus dimulai dengan niat suci untuk mendapatkan ridha dari tuhan yang maha kuasa. Seseorang yang mempunyai pembawaan hati yang baik berupa fitrah yang suci tidak akan pernah goyah dalam pendiriannya yang benar, karena yang dijadikan patron penilaian adalah kesucian jiwa, sebagaimana halnya masyarakat setiap akan melakukan ritual didasari dengan niat suci untuk keberkahan dalam kehidupannya. Kendatipun, nilai spiritual ditemukan dalam setiap aspek ritual yang dijalani sebagai motivasi untuk hidup bahagia jangka panjang, namun mereka tidak melaksanakan syariat Islam maka nilai spiritual tersebut akan sirna. Karena itu, prosesi ritual yang bagaimanapun bentuknya, dalam pandangan saya sangat kontekstual pada masa sekarang ini.
- Nilai ritual, nilai ritual adalah pelaksanaan budaya yang mengandung unsur ibadah. Hati yang terbentuk karena dilandasi oleh dasar keimanan kepada Allah niscaya akan menghasilkan niat yang baik dan ikhlas yang jauh dari sifat takabbur dan sombong, sehingga terwujud perilaku yang terpuji. Sebagai contoh maccerak (memotong hewan) merupakan salah satu kegiatan yang menurut pemahaman teologi memiliki nilai ritual jika didasarkan pada ajaran Islam dengan cara membaca doa dan berzikir, sebagaimana halnya dengan pembacaan barazanji atau syair untuk memuji nabi saw yang diselenggarakan pada kegiatan aqikah bagi anak yang lahir.
- Nilai moral. Nilai moral atau akhlak sebagai bagian yang urgen dalam perilaku manusia dapat dilihat dari berbagai budaya dan tradisi masyarakat yang mempertahankan sikap dan prilakunya yang baik seperti ada tongeng (kejujuran), sabbara (sabar), dan mappogaugello (kebajikan) lainnya sebagai lawan dari perbuatan jahat merupakan bagian dari nilai moral. Urgennya nilai moralitas ini sangat berpengaruh pada dimensi spritual manusia, baik secara individu maupun dalam lingkungan masyarakat. Esensi ajaran moral dalam masyarakat Islam bugis, adalah kejujuran atau lempu sebagai metafor untuk hidup lurus, hampir sama dengan makna paccing adalah metafor untuk hidup bersih. Kejujuran dan kebersihan adalah pagar yang dibangun masyarakat, mengelilingi dirinya di mana dan apapun aktivitas mereka. Mengabaikan kejujuran berarti menciptakan keresahan dan kegelisahan yang dapat bermuara pada penderitaan hidup dalam masyarakat.
- Nilai sosial. Budaya lokal mengandung nilai sosial, ini dipahami dari realitas masyarakat dalam suatu wilaayah, memiliki lingkungan sosial dan dengan masyarakatnya membentuk pergaulan hidup bersama, mereka saling membantu dalam kebaikan dan mengingatkan bahwa kebahagiaan manusia terkait pula pada hubungannya dengan sesamanya. Nilai sosial dalam masyarakat ditemukan pula dari segi perbedaan status dengan berbagai simbol kemanusiaan dna keagamaan, dan prilaku tata kemasyarakatan. Sikap dan perilaku makkiade’ sebagai salah satu wujud budaya sipakatau. Masyarakat sejak dahulu saling menghormati dengan tata adat, strata sosial, dan status sosial lebih harus dihormati.
- Nilai intelektual. Pesan-pesan leluhur bagi masyarakat muslim mengandung nilai intelektual untuk tetap mempertahankan adat istiadat masyarakat di samping mengingatkan manusia untuk rajin mengerjakan amal kebajikan dan meninggalkan perbuatan tercela demi keselamatan di dunia maupun di akhirat. Nilai-nilai intelektual terhadap implementasi budaya lokal masyarakat muslim yang telah mengalami pola integrasi ajaran keagamaan, mengindikasika betapa kuatnya pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dapat merubah tataran pola pikir dan perilaku masyarakat dari generasi ke generasi. Dibutuhkan pemberdayaan masyarakat sedini mungkin melalui pendidikan dan pengajaran keagamaan secara totalitas, dalam memelihara dan merekonstruksi nilai-nilai budaya lokal yang murni dan sakral, bahkan boleh jadi lebih diimplementasikan dan lebih merasuk ke dalam jiwa manusia sebagai wujud hikmah dan tazkiyah dalam kehidupan.