Pendidikan di Kampus Merdeka

Pendidikan di Kampus Merdeka

Kampus merdeka dinilai sebagai solusi cerdas dalam memetakan potensi kampus dalam melahirkan luaran yang unggul. Regulasi tersebut esensinya bukanlah sesuatu yang monumental, karena kampus merupakan mainstream transformasi pemikiran dan inovasi peradaban.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 24 ayat 1 dan 2, berbunyi (1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan; (2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat.

Esensi dan substansi kampus adalah instrument kebebasan yang bersifat otonom dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Kampus merdeka memberi varian yang lebih spesifik tentang sistem pelaksanaan tridharma perguruan tinggi. Oleh sebab itu, realisasi kampus merdeka ditentukan oleh ikhtiar dan political will dari stakeholder perguruan tinggi yang bersangkutan.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pasal 8 ayat 3, yang berbunyi: Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi. Kampus sebagai ‘perpanjangan tangan’ negara, melindungi dan menfasilitasi segenap sivitas akademika dalam melaksanakan tugas tridharma berdasarkan prinsip penyelenggaraan perguruan tinggi (Pasal 6). Kampus merdeka merupakan istilah baru dalam kamus epistemologi perguruan tinggi di Indonesia, namun secara substantif sudah diterapkan di kampus.

Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pasal 14 ayat 4 dan 5, secara substansi menyebutkan bahwa bentuk pembelajaran mata kuliah dapat berupa (a) kuliah; (b) responsi dan tutorial; (c) seminar; (d) praktikum, praktik studio, praktik bengkel, praktik lapangan, praktik kerja; (e) penelitian, perancangan, atau pengembangan; (f) pelatihan militer; (g) pertukaran pelajar; (h) magang; (i) wirausaha; dan/atau (j) bentuk lain pengabdian kepada masyarakat. Regulasi tersebut menegaskan pembelajaran harus bersifat fleksibel, kreatif, dan inovatif, kemudian kampus berfungsi sebagai fasilitator program tersebut.

Kemendikbud (2020) menegaskan Kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka diharapkan dapat menjadi jawaban atas tuntutan tersebut. Kampus Merdeka merupakan wujud pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga tercipya kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, dan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.

Pembelajaran dalam Kampus Merdeka memberikan tantangan dan kesempatan untuk pengembangan kreativitas, kapasitas, kepribadian, dan kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan melalui kenyataan dan dinamika lapangan seperti persyaratan kemampuan, permasalahan ril, interaksi sosial, kolaborasi, manajemen diri, tuntutan kinerja, target dan pencapaiannya (Kemendikbud, 2020).

Program Kampus Merdeka di luar kampus (Kemendikbud, 2020), adalah magang/praktik industri, mengajar di sekolah, proyek desa, proyek kemanusiaan, pertukaran pelajar, penelitian riset, wirausaha, dan studi/proyek independen. Program tersebut umumnya sudah dilakukan oleh kampus selama ini tapi hanya terbatas pada program tertentu, yakni KKN, mengajar di sekolah, atau magang/praktik industri.

Kebijakan Kampus Merdeka (Kemendikbud, 2020) yakni Perguruan Tinggi harus memfasilitasi pelaksanaan pemenuhan masa dan beban belajar mahasiswa dalam proses pembelajaran dengan pilihan alternatif: (1) Seluruh dilaksanakan pada PT sesuai masa dan beban belajar mahasiswa; (2) Proses pembelajaran di dalam program studi untuk memenuhi memberikan mengambil sisanya dengan mengikuti proses pembelajaran di luar program studi dan di luar PT.

Program kuliah, baik di dalam maupun di luar kampus lintas konsentrasi sudah menjadi kebutuhan dan tuntutan dalam menjawab tantangan zaman. Staley (2019) mengajukan model pendidikan di kampus seperti Polymath University, yakni setiap mahasiswa mengambil tiga disiplin ilmu (triple majors), misalnya PAI, Akuntansi, dan Komunikasi.

Implementasi kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka, berimplikasi kepada berbagai masalah di internal kampus, paling tidak adalah: (1) Aspek manajerial, sistem birokrasi kampus yang sudah baku, berstandar, dan berbasis sistem informasi membutuhkan adaptasi sistem yang berdampak pada budget dan regulasi kampus; (2) Aspek kurikulum, kampus harus menata kembali kurikulum program studi untuk menyesuaikan dengan regulasi baru tersebut; (3) Aspek keadilan, perbedaan visi dan standar akreditasi kampus dan mitra menjadi momentum lahirnya arogansi sektoral; (4) Aspek budgeting, syarat kuantitas mahasiswa yang memilih program tertentu di institusi mitra memiliki standar kecukupan tertentu dan apakah biaya tersebut dibebankan kepada mahasiswa atau kampus; (5) Aspek adaptasi, mahasiswa yang memilih program kuliah antar kampus yang berbeda kultur akademik, seperti peraturan akademik, sistem perkuliahan, kebebasan akademik, basis epistemologi, cara berpakaian, dan seterusnya; (6) Aspek politik, resiko kampus yang sudah menjalankan kebijakan Kampus Merdeka kemudian terjadi perubahan kebijakan karena pergantian kepemimpinan, seperti pernyataan klasik, ganti menteri ganti kebijakan.

***

Kampus sudah seharusnya kembali ke “kodrat”nya… (next page 3)

Pages: 1 2 3

Berawal dari Belajar, Berakhir dengan Amal (@hayanaaa)

Leave a Reply

Your email address will not be published.