
Pertama Kali diadakan di Sulawesi Selatan, Dua Dosen IAIN Parepare Terpilih Ikuti Pengkaderan Ulama Perempuan
IAIN Parepare— Terpilih menjadi peserta setelah mengikuti seleksi, dua dosen IAIN Parepare mengikuti Pengkaderan Ulama Perempuan (PUP). Dua dosen tersebut yakni Dr. Hj. Rusdaya Basri dan Dr. Rahmawati. Keduanya terpilih setelah mengikuti seleksi seperti membaca kitab kuning.
Pengkaderan ulama perempuan dilaksanakan oleh Rahima, pusat pendidikan dan informasi Islam dan hak-hak perempuan yang merupakan organisasi non pemerintah atau non government organization. Berfokus pada peningkatan kesadaran tentang Islam, gender dan hak-hak perempuan. Nama Rahima terinspirasi dari dua hal. Pertama, ‘rahim’ perempuan yang merupakan tempat dimana kehidupan manusia pertama disemaikan dan kedua, dari salah satu asmaul husna yakni Ar-Rahiim yang artinya Maha Penyayang.
Rahima berdiri pada tanggal 5 Agustus 2000, dan keberadaannya disahkan oleh Notaris pada tanggal 11 September 2000 di Jakarta. Pendiri Rahima ada 18 orang dari berbagai latar belakang seperti tokoh agama, aktivis hak asasi perempuan, dan intelektual seperti KH. Muhyiddin Abdusshomad, Almh. Hj. Djudju Zubaidah, KH. Hussein Muhammad, Dra Hj. Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, MA. Prof. Dr. Saparinah Sadli, Kamala Chandra Kirana, MA, Farha Ciciek, MA, Prof. Dr. Azumardi Azra, Syafiq Hasyim, AD. Eridani, dan lain-lain.
Seiring dengan rangkaian peringatan 10 tahun, Rahima secara resmi mengumumkan bentuk badan hukumnya yang baru dengan mengubah dari Yayasan ke Perhimpunan. Perubahan ini secara hukum disahkan melalui Akta Notaris tertanggal 12 Oktober 2011 No 5, dan juga Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: AHU-144 .AH.01.06.Tahun 2011.

Salah satu peserta, Dr Rahmawati yang juga menjabat sebagai Ketua Prodi Hukum Keluarga Pascasarjana IAIN Parepare mengungkapkan seleksi peserta dilaksanakan di akhir tahun 2019 dan di awal tahun 2020 telah dilaksanakan tadarrus (kajian) pertama. Dikarenakan adanya pandemi sehingga tadarrus kedua dilaksanakan secara online.
“Untuk tadarrus kedua ini, kajiaannya tafsir, hadis, dan fiqhi. Dari segi konsep, metodologinya, bagaimana mengaplikasikan metologi itu dalam memahami teks-teks keagamaan khususnya yang berkenaan dengan perempuan,” ucapnya.
Tadarrus kedua ini dilaksanakan mulai tanggal 1 sampai 11 Desember 2020 dimana para peserta mewakili dari berbagai daerah yang ada di Sulawesi Selatan.
“Menarik sekali. Banyak hal-hal baru yang ditemukan yang tidak pernah kita temukan dalam pendidikan formal. Fakta-fakta yang dihadapi ketika muncul ketidak adilan gender, bagaimana metode kita yang bisa digunakan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Insya Allah tadarrus III dilaksanakan tahun 2021. Jika kondisi sudah aman, bebas corona akan dilaksanakan secara offline,” ungkap Dr Rahmawati.

Sementara Dr Rusdaya Basri yang juga Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam IAIN Parepare mengungkapkan dalam tadarrus ini peserta diharapkan memahami teks-teks keagamaan bukan hanya secara tekstual tetapi juga secara kontekstual khususnya hadis.
“Ada metode mubadalah bahwa pada dasarnya ajaran-ajaran syariah diturunkan untuk laki-laki dan perempuan bukan hanya untuk laki-laki saja. Jadi ada kemaslahatan antara laki-laki dan perempuan tentu juga merujuk pada teks-teks al Qur’an. Memahami hadis jangan secara independen tetapi harus melihat ayat-ayat dan hadis yang lain,” jelasnya.
Dr Rusdaya juga mengaku kegiatan ini sangat mencerahkan dikarenakan memahami teks-teks keagamaan secara kontekstual dengan tetap berdasar kepada prinsip bahwa agama itu rahmatan lil’alamin tanpa membedakan laki-laki dan perempuan. (hyn/mif).