
Relasi Partai Politik dan Korupsi
Jadi, menurut hemat penulis yang harus dibenahi terlebih dulu adalah instusionalisasi partai politik. Setiap partai politik harus bisa menciptakan kesamaan kehendak dan cita-cita bersama untuk menyusun suatu konsep kenegaraan yang bermuara pada terwujudnya kesejahteraan rakyat. Konsep kenegaraan itulah yang harus disosialisasikan dan dikomunikasikan setiap partai politik kepada masyarakat dalam pemilihan umum dan secara tidak langsung rakyat sebagai pemegang kedaulatan akan bisa memilih partai politik mana yang bisa memperjuangkan kepentingan mereka. Rekrutmen dan Kaderisasi partai politik harus diperketat melalui paksaan undang-undang.
Untuk menjamin rekrutmen dan kaderisasi partai politik regenerasi, sebaiknya ada pengaturan mengenai persyaratan menjadi pengurus pada tingkat atas pengalaman minimal 5 tahun sebagai pengurus pada tingkat bawahan. Jika struktur kepengurusan partai politik terdiri atas 4 tingkat, maka seorang calon Ketua Umum dipersyaratkan minimal sudah 20 tahun menjadi pengurus partai politik yang bersangkutan. Dengan demikian pembinaan partai politik dalam jangka panjang akan tumbuh dan berkembang secara sehat, terhindar dari ‘kutu-loncat’ yang menumbuhsuburkan budaya politik transaksional dan pragmatis
Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia peranan partai politik sangat strategis dalam pemerintahan, karena secara konstitusional di dalam UUD NRI 1945 hanya partai politik yang dapat mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan Anggota DPR/DPRD dalam pemilu. Bahkan dalam pencalonan kepala daerah, setiap pasangan calon harus mendapatkan rekomendasi dukungan dari Partai Politik. Sehingga sejatinya jika Presiden, Anggota DPR/DPRD, dan kepala daerah terpilih berasal dari partai politik yang sama, atau setidaknya berasal dari koalisi partai politik yang mempunyai ideologi yang sama, maka seharusnya pemerintahan dapat berjalan secara baik dan lancar tanpa adanya kegaduhan politik.
Tumbuh suburnya praktik korupsi sangat berkorelasi dengan mahalnya biaya politik dalam setiap kontestasi pilkada. Sehingga sistem demokrasi yang sifatnya transaksional pada akhirnya mengarah pada pemerintahan yang pragmatis. Untuk itu pemerintah dan DPR harus kembali merumuskan regulasi yang dapat memberikan penguatan instusionalisasi partai politik yang mengarah pada penguatan sistem demokrasi.
Editor: Mifda Hilmiyah