Sabda Langit di Penghujung Rajab

Sabda Langit di Penghujung Rajab

Kerapkali orangtua lengah bahkan membiarkan ketika anak-anaknya sudah berani meninggalkan shalat. Anak lebih takut kalau tidak menyelesaikan PR dari gurunya daripada melaksanakan perintah shalat dari orangtuanya. Padalah Allah berfirman dalam QS. Thâhâ [20]:132 sebagaimana cuplikan ayat:

Terjemahnya:

“Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan bersungguh-sungguhlah bersabar atasnya…”

Ada kebiasaan kurang bagus dari orangtua yang lebih senang bertanya kepada anaknya mengenai berapa nilai pelajaran yang diperoleh anak ketimbang bertanya mengenai apakah anaknya sudah shalat atau belum. Kebiasaan mengajukan pertanyaan semacam ini sebenarnya tidak keliru, tetapi mestinya pertanyaan itu belum titik (.), tetapi baru koma (,). Semestinya pertanyaan dilanjutkan misalnya: “Nak, nilai kamu sepuluh, apakah nilai itu hasil nyontek atau tidak Nak”?!. Orangtua, se-’parepare’-nya (baca: seyogianya), senantiasa dalam kekhawatiran akan anak meninggalkan atau melalaikan shalat dan menganggap biasa ketika melanggar aturan agama.

Shalat, sejatinya berpengaruh dalam pembentukan karakter manusia untuk menjalani kehidupannya. Pengaruh yang dimaksud antara lain: (1) shalat menumbuhkan sikap tawâdhu’ (rendah hati); dan (2) shalat mendidik manusia untuk bersikap jujur. Anggota badan yang paling terhormat adalah kepala. Di hadapan Allah saat shalat menjadi sama rendahnya dengan telapak kaki. Tidak ada yang dapat dibanggakan, karena semua adalah anugerah dan titipan Allah. Kesadaran inilah yang menjadi pondasi sikap tawâdhu’ dimaksud yang  akan menyelamatkan manusia dari lupa diri, lupa daratan dan lupa lautan. Orang yang tawâdhu’ memiliki kesadaran akan posisinya di hadapan Allah.

Kekuasaan dan kekayaan tanpa sikap tawâdhu’ akan melahirkan Fir’aun gaya baru dan Qârûn abad millenial. Apabila kekuasaan berada di tangan orang yang tidak tawâdhu’, maka yang terjadi adalah keangkuhan birokrasi, merasa diri benar dan demokrasi mati suri. Kekayaan yang tidak berpijak pada sikap tawâdhu’, akan memunculkan Qarun abad millenial. Orang kaya yang tidak dididik rendah hati dengan shalat, dia akan menganggap semua yang dimiliki adalah hasil keringatnya sendiri. Dia tidak sadar bahwa harta hanya titipan yang mesti disyukuri dalam bentuk membelanjakannya di jalan Allah karena kelak pasti dimintai pertanggungan jawab di hadapan Allah. Terlihat betapa shalat membentuk pribadi yang tawâdhu’ (rendah hati).

Pengaruh lain shalat adalah mendidik manusia untuk bersikap jujur. Seseorang yang shalat sendirian di kamar, misalnya, tidak pernah terbetik dalam hati untuk mengurangi jumlah rakaat shalat. Tidak pernah terlintas dalam pikiran untuk menukar-nukar bacaan shalat dalam setiap gerakan. Ketika kejujuran ini menyasar pedagang-konglomerat, menelisik praktisi-profesional, menyapa pejabat-politisi, dan menyentuh akademisi-cendekiawan, maka paling tidak, akan mengurangi (untuk tidak mengatakan menghilangkan) kecurangan, manipulasi, kongkalikong, dan ‘pelacuran’ intelektual.

Bahkan lebih daripada itu, dalam perspektif tasawuf, shalat merupakan keridhaan Allah (mardhâtullâh), hobbi atau kecintaan para malaikat (hubb al-malâikah), pola hidup para nabi (sunnah al-anbiyâ’), cahaya pengenalan (nûr al-ma’rifah), dan pondasi keimanan (ashl al-îmân). Begitu istimewanya shalat, Nabi menerima perintah shalat secara langsung di hadapan Allah pada peristiwa mikraj di sidrah al-muntahâ. Khusus untuk yang disebutkan pertama (keridhaan Allah/mardhâtullâh), ia merupakan tujuan akhir segala keinginan dan muara segala harapan serta puncak segala kenikmatan dan kelezatan. Mengapa? Karena keridhaan Allah itu lebih besar daripada surga sekalipun (wa ridhwân min Allâh akbaru).

Akhirnya, melalui peringatan isra’ mi’raj yang dilaksanakan setiap tahunnya diharapkan tidak hanya menjadi kegiatan seremonial belaka yang kering dan hampa makna. Sejatinya, setiap memperingatinya, umat Islam akan menemukan hikmah dan mengambil pelajaran berharga di balik peristiwa agung itu untuk menata kehidupan sosial di masyarakat karena ia sukses menapaki tangga shalat dan sekaligus ia berhasil menjalin komunikasi spiritual dengan sang Khâliq (pencipta) melalui medium shalat yang merupakan sabda langit dan kado spesial pada penghujung Rajab dari Allah kepada Rasulullah saw. dan tentu juga kepada umatnya di persada bumi agar ia mampu masuk dalam pusaran ridhâ-Nya.[]

Pages: 1 2

Berawal dari Belajar, Berakhir dengan Amal (@hayanaaa)

Leave a Reply

Your email address will not be published.