
Tongkonan sebagai Kalimatun Sawa Masyarakat Multikultural Tana Toraja
[Page 2]
Tongkonan sendiri bagi masyarakat Toraja memiliki kekayaan dari segi unsur, peradaban, kepercayaan, tradisi kuno, dan kebanggaan bagi masyarakat, maka tak sembarangan untuk dapat membangun rumah adat ini. Toraja sudah sejak lama dikenal sebagai daerah yang memiliki sikap toleransi dan kerukunan masyarakat yang sangat baik serta diakui oleh dunia.
Dimana toleransi sebagai sebuah paradigma menjadi aspek penting di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, terlebih ketika dalam situasi dan kondisi tertentu dimana sewaktu-waktu saat terjadi konflik antar masyarakat maka konsep toleransi sosial mau tidak mau harus dikedepankan dan diutamakan dalam bermasyarkat sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi, oleh karena itu, toleransi tidak hanya berkaitan dengan masalah agama, tetapi bersinggungan langsung pada keseluruhan aspek kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Dan itu semua telah tercermin dalam kehidupan bermasyarakat di Toraja.
Berdasarkan beberapa literatur, masyarakat Toraja mayoritas menganut Agama Kristen dan kepercayaan animisme atau kepercayaan lokal yang dalam bahasa daerah setempat di sebut Aluk Todolo. Aluk Todolo adalah agama nenek moyang suku Toraja. Dan hingga saat ini masih dipraktikkan oleh masyarakat, bahkan pada tahun 1970 Aluk Todolo resmi dilindungi oleh negara dan resmi diterima ke dalam sekte Hindu-Bali. Sedangkan pemeluk agama lain seperti Buddha dan Islam masih minoritas dari segi jumlah penganutnya.
Meskipun masyarakat Toraja menganut agama dan kepercayaan yang berbeda-beda, namun mereka tetap saling menghargai satu sama lain. Selalu menjaga toleransi dan tetap rukun dalam perbedaan yang ada. Dimana manifestasi sikap toleransi itu buah hasil dari memegang kokoh paradigma dan nilai-nilai leluhur yang terkandung dalam “Tongkonan” sebagai “Kalimatun Sawa”.
Sehingga itu terbukti sampai sekarang Toraja menjadi daerah percontohan dalam melihat sisi humanisme dan kerukunan masyarakatnya, toleransi antara umat yang ada dilandasi saling menghargai, menjalin dan memperkokoh silahturahmi serta menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya tanpa memandang perbedaan baik dari agama dan kepercayaannya. Dan sebagai bukti lainnya dalam tradisi masyarakat Toraja masih membumikan nilai-nilai sosial keagamaan, kepedulian, dan sikap gotong royong dalam mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan dan lainnya.
Kesimpulan :
Berdasarkan pembahasan dan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Toraja sebagai daerah yang mempunyai keragamaan atau multikultural masyarakatnya harus terus menjaga kelestarian dan humanisme toleransi sosial yang sudah ada. Lewat nilai-nilai yang lahir dari Tongkonan itu sendiri sebagai cerminan dalam melakukan segala bentuk tindakan, perbuatan, dan juga sebagai pembuktian contoh bagi daerah lainnya di Indonesia. Sikap toleransi sosial yang ada pada masyarakat sudah semestinya digaungkan dan dibumikan dalam setiap aspek kehidupan karena melalui toleransi maka akan tercipta kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk.
Saran :
Dengan melihat secara eksplisit dan jelas apa yang tergambar dalam kehidupan sosial bermasyarakat yang ada di Toraja, maka seharusnya daerah lain juga menjadikan Toraja sebagai contoh dalam kehidupan masyarakatnya. Dengan menciptakan keharmonisan, ketentraman, kesejahteraan serta kerukunan di tengah masyarakat yang memiliki kemajemukan. (*)
Editor : Alfiansyah Anwar