Virus, Peradaban dan Simbolisme Alam

Virus, Peradaban dan Simbolisme Alam

[Page 2]

Fritjof Capra dalam bukunya Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan telah menggaris bawahi bahwa akan selalu ada sisi gelap dalam setiap pertumbuhan. Bagi Capra, pertumbuhan teknologi yang berelebihan telah menciptakan suatu lingkungan di mana kehidupan manusia menjadi tidak sehat baik secara fisik maupun mental. Tatkala seseorang menjadi sakit, hal itu tidaklah mengherankan sebab manusia dalam mengembangkan teknologi, institusi termasuk gaya hidup pada awalnya menciptakan ketidakseimbangan budaya yang tidak sehat. Manusia telah menggiring peradabannya ke arah kehancurannya sendiri.

Menurut Fritjof Capra, obsesi manusia untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomi telah menciptakan konsekuensi-koneskuensi yang berbahaya bahkan membawa pada malapetaka. Hal itu terjadi karena kesadaran ekologis manusia telah hilang di dalam peredaran. Manusia yang merasa memiliki kemampuan segala-segalanya, mulai jumawa. Akibatnya, supremasi manusia atas alam semakin tidak terkontrol. Semakin ke sini manusia merasa diri sebagai satu-satunya pemilik semesta.

Pemberontakan Alam

Karl Marx dalam karya monumentalnya Economic and Philosophic Manuscripts pernah berucap bahwa alam adalah tubuh organik manusia. Bagi Marx, manusia hidup di alam berarti alam adalah tubuhnya, yang harus ditinggalinya dalam suatu hubungan yang terus menerus jika dia tidak ingin mati. Kondisi kehidupan fisik dan spritual manusia terkait erat dengan alam yang berarti bahwa alam terkait dengan dirinya sendiri, karena merupakan bagian dari alam.

Begitu kira-kira pernyataannya. Sepintas lalu kendatipun mungkin bersifat insidental tetapi Marx telah menekankan bahwa pentingnya alam dalam susunan sosial dan ekonomi di seluruh tulisannya. Meskipun persoalan ekologi bukanlah masalah mendasar kala itu tetapi dia sadar akan dampak ekologis akibat alam yang tidak terjamah secara bijak seperti saat sekarang ini.

Menurut Max Horkheimer, salah satu teoritikus kritis Sekolah Frankrut Jerman, bahwa hubungan antara manusia dengan alam di jaman modern ini mengalami krisis. Betapa tidak, di jaman kejayaan akal budi instrumentalis ini, ternyata manusia memandang alam hanya untuk ditindas. Dalam perjalanannya, seisi alam raya lingkungan dianggap hanya untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Bagi Horkheimer, akibat nyata atas hubungan yang tidak baik itu, alam pun memberontak dan manusia ganti ditindas oleh alam.

Jika dipikir-pikir nampaknya ada benarnya juga. Bahwa umat manusia masa kini tidak dapat menjaga nafsu serakah dan kegilaan mengonsumsi makanan yang melampaui batas norma manusia. Sumbangan Spesies alam raya yang mengumpulkan virus-virus ganas agar tidak bertebaran di bumi dan mengganggu keselamatan manusia, dirusak sendiri oleh manusia. Akibatnya, virus-virus yang tersimpan dalam tubuh binatang liar itu kini kehilangan tempat tinggalnya dan beralih ke manusia.

Beberapa ahli menyebut virus Corona berasal dari binatang liar seperti ular dan kelelawar dan sejenisnya. Oleh manusia binatang itu justru diperdagangkan, dijual hidup-hidup. Mereka ditangkapi, dicincang, dimakan dan dihilangkan hak hidupnya. Karena kehidupan kita yang tak lagi harmoni pada mereka hingga pada akhirnya mereka bertindak balas mengundang berbagai penyakit berjangkit yang akan memusnahkan manusia secara beramai-ramai.

Pikiran liar saya menduga memang merebaknya virus ini bisa jadi pembalasan hewan kepada manusia. Tragedi ini, bisa jadi pemberontakan alam terhadap manusia yang selama ini semena-mena. Ya. Virus telah melululantahkan kehidupan kita. Itu dapat disaksikan. Ia berhasil memenangkan pemberontakan lantaran berhasil menembus tapal batas bumi manusia yang membahayakan seluruh spesies umat manusia di permukaan bumi.

Inilah simbolisme-simbolisme alam. Kehadiran manusia dalam menciptakan peradaban-peradaban tak tertandingi adalah momok bagi kelangsungan hidup spesies lain di alam raya. Adakah kita memikirkan itu? Sebab, munculnya pandemi-pandemi mengerikan ini bukanlah sesuatu yang muncul tiba-tiba. Mereka adalah manifestasi dari apa yang manusia telah lakukan terhadap alam, ekosistem mereka. Sebuah simbol ketidakseimbangan alam, atau alarm kerusakan bumi akibat ulah manusia.

Dengan demikian, adakalanya setiap pembicaraan kita tentang “krisis pandemi” harusnya dimulai dari suatu perspektif yang lebih luas dari itu. Yaitu dengan perspektif yang memperhitungkan akar masalah dengan masalah-masalah kritis yang kita tengah hadapi saat ini. Sebab, sekali kenyataan-kenyataan itu dipahami, maka akan menjadi jelas bahwa sumbernya adalah dari manusia itu sendiri.

Akhirnya mari kita menyikapi fenomena-fenomena semesta ini dengan senantiasa menyandarkan pada teologi lingkungan alam raya. Itu bisa kita lakukan saya kira dengan merenungi ayat ini “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar-Rum: 41). (*)

Daftar Pustaka
Camus, Albert. 2006. Sampar (Terjemahan). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Cafra, Fritjof. 2007. Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat. dan Kebangkitan Kebudayaan (Terjemahan). Bandug: Nuansa Cendekia.
Diamond, Jared. 2013. Bedil, Kuman dan Baja: Rangkuman Riwayat Masyarakat Manusia (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
Horkheimer, Max dkk. 2019. Dilema Usaha Manusia Rasional: Teori Kritis Sekolah Frankfurt (Terjemahan). Jakarta: Gramedia.
Marx, Karl. 2006. Edisi Indonesia: Kapital Sebuah Kritik Ekonomi Politik. Bandung: Hasta Mitra.

Republish https://sosgama.iainpare.ac.id/2020/03/virus-peradaban-dan-simbolisme-alam.html

Pages: 1 2

Berawal dari Belajar, Berakhir dengan Amal (@hayanaaa)

Leave a Reply

Your email address will not be published.